Social loafing : Membiarkan Orang Lain Melakukan Pekerjaan Ketika Menjadi bagian dari Kelompok.
Social loafing dapat terjadi dan terlihat ketika ada sekolompok orang yang sedang bekerja bersama, dapat dipastikan salah seorang dari mereka terdapat pekerja yang bekerja dengan serius namun terdapat pula perkerja yang bekerja dengan santai dan tidak serius. Hal ini sering kali terjadi pada kelompok-kelompok pada masyarakat, dimana tidak semua anggota kelompok bekerja atau menyumbangkan tenaga dan pikiran, secara sama.
Psikologi sosial menyebut efek ini sebagai sosial loafing yakni pengurangan motivasi dan usaha yang terjadi ketika individu bekerja secara kolektif dalam kelompok dibandingkan ketika mereka bekerja secara individu sebagai rekan independent (Karau & Williams, 0993). Munculnya social loafing terssebut telah diuji di banyak percobaan. Misalnya, dalam satu percobaan, Latane, Williams, dan Harkins (1979) meminta sekelompok pria untuk bertepuk tangan atau bersorak sekeras mungkin pada waktu-waktu tertentu, sehingga peneliti dapat menentukan seberapa banyak suara yang dibuat orang-orang dalam setting sosial. Lebih jauh lagi, dampak ini tampak terdapat pada kedua jenis kelamin, dan pada anak-anak maupun orang dewa. Satu-satunya faktor pengecualian pada generalitas dampak ini adalah budaya : social loafing tidak tampak terjadi dalam budaya kolektivitas, seperti yang ada di banyak negara Asia. Budaya dimana kebaikan –kebaikan kolektif lebih dihargai daripada prestasi atau kebehasilan individual (Early, 1993)
Model Usaha Kolektiof : Teori Pengharapan Atas Social Loafing.
Peneliti-peneliti tersebut diatas mengungkapakan bahwa social loafing dapat dipahami dengan cara memperluas teori dasar atas motivasi individual (expectancy valence theory), pada situasi ini yang melibatkan kinerja kelompok (expancy valence theory) menyebutkan bahwa individu akan bekerja keras pada tugas yang diberikan hanya jika kondisi-kondisi berikut terpenuhi : (1) Mereka percaya bahwa bekerja keras akan menghasilkan kinerja yang lebih baik (pengharapan/expancy), (2) mereka percaya bahwa kinerja yang lebih baik akan diakui dan dihargai (instrumentalis/instrumentality), serta (3) pengharapan yang diperoleh adalah sesuatu yang mereka anggap berharga dan diinginkan (valence/valensi).
Teori CEM mengungkapakan bahwa karena terdapat lebih banyak ketidakpastian antara seberapa keras orang bekerja dan hasil yang mereka terima ketika mereka terlibat dalam social loafing. Lagipula, mengapa harus bekerja keras bila hal ini mungkin saja gagal dari hasil yang diinginkan. Temuan penelitian telah mendukung prediksi yang dihasilkan CEM (misalnya, Karau & Williams,1993), sehingga model ini tampak menawarkan kerangka berpikir yang berguna untuk memahami sifat dasar dari social loafing dan mengapa hal ini terjadi. Contohnya, CEM memperkirakan bahwa social loafing akan lemah ketika (1) individu bekerja kelompok kecil daripada kelompok besar, (2) ketika mereka bekerja dalam tugas yang secara intrinstik menarik atau penting bagi mereka. Hasil dari metaanalisis mendukung semua perkiraan ini. Dengan kata lain CEM dapat memperkirakan saat-saat social loafing berada pada posisi kuat dan lemah.
Mengurangi Social loafing : Beberapa Teknik yang Berguna.
Cara yang paling nyata untuk mengurangi social loafing meliputi upaya membuat hasil akhir atau usaha dari masing-masing partisipan dapat diidentifikasi (Williams, Harkins & Latane, 1981). Di bawah kondisi ini, orang-orang tidak dapat bersantai dan membiarkan orang lain bekerjasehingga social loafing dapat dikurangi. Kedua, kelompok dapat mengurangi social loafing dengan cara meningkatkan komitmen anggota kelompok pada kinerja tugas yang sukses (Brickner,Harkins & Ostrom,1986).Ketiga social loafing dapat dikurangi dengan cara meningkatkan kejelasan akan arti penting atau nilai dari suatu tugas ( Karau & Williams,1993).Keempat, social loafing menurun ketika individu memandang bahwa kontribusi mereka pada tugas tersebut unik dan bukan sekedar meramaikan (Weldon & Mustari,1988).
Kerja Sama : Bekerja dengan Orang lain untuk Mencapai Tujuan Bersama.
Kerjasama seringkali sangat menguntungkan untuk orang-orang yang terlibat. Pertanyaan kunci yang muncul, kemudian adalah : Mengapa anggota kelompok tidak selalu mengoordinasikan aktifitas mereka dalam cara ini? Satu jawaban langsung :Mereka tidak bekerja sama karena beberapa tujuan yang ingin mereka raih terkadang tidak dapat dibagi. Bberapa orang yang mengincar pekerjaan, promosi, atau pasangan romantic yang sama tidak dapat menggabungkan kekuatan mereka untuk mendapat tujuan-tujuan tersebut.
Dilema Sosial : Situasi dimana Kerja Sama Dapat Terjadi Tetapi Sering kali Tidak Terjadi.
Banyak situasi dimana kerja sama seharusnya dapat terjadi dan berkembang tetapi tidak demikian halnya yang melibatkan sebuah kondisi yang disebut sebagai dilemma sosial (social dilemmas), ini adalah situasi dimana setiap orangn yang terlibat dapat meningkatkan hasil individual mereka dengan bertindak menang sendiri/egois, tetapi jika semua(atau kebanyakan) orang melakukan hal yang sama, hasil akhir yang didapat oleh semua orang akan berkurang (Komorita * Parks, 1994).
Psikologi sosial menyebut efek ini sebagai sosial loafing yakni pengurangan motivasi dan usaha yang terjadi ketika individu bekerja secara kolektif dalam kelompok dibandingkan ketika mereka bekerja secara individu sebagai rekan independent (Karau & Williams, 0993). Munculnya social loafing terssebut telah diuji di banyak percobaan. Misalnya, dalam satu percobaan, Latane, Williams, dan Harkins (1979) meminta sekelompok pria untuk bertepuk tangan atau bersorak sekeras mungkin pada waktu-waktu tertentu, sehingga peneliti dapat menentukan seberapa banyak suara yang dibuat orang-orang dalam setting sosial. Lebih jauh lagi, dampak ini tampak terdapat pada kedua jenis kelamin, dan pada anak-anak maupun orang dewa. Satu-satunya faktor pengecualian pada generalitas dampak ini adalah budaya : social loafing tidak tampak terjadi dalam budaya kolektivitas, seperti yang ada di banyak negara Asia. Budaya dimana kebaikan –kebaikan kolektif lebih dihargai daripada prestasi atau kebehasilan individual (Early, 1993)
Model Usaha Kolektiof : Teori Pengharapan Atas Social Loafing.
Peneliti-peneliti tersebut diatas mengungkapakan bahwa social loafing dapat dipahami dengan cara memperluas teori dasar atas motivasi individual (expectancy valence theory), pada situasi ini yang melibatkan kinerja kelompok (expancy valence theory) menyebutkan bahwa individu akan bekerja keras pada tugas yang diberikan hanya jika kondisi-kondisi berikut terpenuhi : (1) Mereka percaya bahwa bekerja keras akan menghasilkan kinerja yang lebih baik (pengharapan/expancy), (2) mereka percaya bahwa kinerja yang lebih baik akan diakui dan dihargai (instrumentalis/instrumentality), serta (3) pengharapan yang diperoleh adalah sesuatu yang mereka anggap berharga dan diinginkan (valence/valensi).
Teori CEM mengungkapakan bahwa karena terdapat lebih banyak ketidakpastian antara seberapa keras orang bekerja dan hasil yang mereka terima ketika mereka terlibat dalam social loafing. Lagipula, mengapa harus bekerja keras bila hal ini mungkin saja gagal dari hasil yang diinginkan. Temuan penelitian telah mendukung prediksi yang dihasilkan CEM (misalnya, Karau & Williams,1993), sehingga model ini tampak menawarkan kerangka berpikir yang berguna untuk memahami sifat dasar dari social loafing dan mengapa hal ini terjadi. Contohnya, CEM memperkirakan bahwa social loafing akan lemah ketika (1) individu bekerja kelompok kecil daripada kelompok besar, (2) ketika mereka bekerja dalam tugas yang secara intrinstik menarik atau penting bagi mereka. Hasil dari metaanalisis mendukung semua perkiraan ini. Dengan kata lain CEM dapat memperkirakan saat-saat social loafing berada pada posisi kuat dan lemah.
Mengurangi Social loafing : Beberapa Teknik yang Berguna.
Cara yang paling nyata untuk mengurangi social loafing meliputi upaya membuat hasil akhir atau usaha dari masing-masing partisipan dapat diidentifikasi (Williams, Harkins & Latane, 1981). Di bawah kondisi ini, orang-orang tidak dapat bersantai dan membiarkan orang lain bekerjasehingga social loafing dapat dikurangi. Kedua, kelompok dapat mengurangi social loafing dengan cara meningkatkan komitmen anggota kelompok pada kinerja tugas yang sukses (Brickner,Harkins & Ostrom,1986).Ketiga social loafing dapat dikurangi dengan cara meningkatkan kejelasan akan arti penting atau nilai dari suatu tugas ( Karau & Williams,1993).Keempat, social loafing menurun ketika individu memandang bahwa kontribusi mereka pada tugas tersebut unik dan bukan sekedar meramaikan (Weldon & Mustari,1988).
Kerja Sama : Bekerja dengan Orang lain untuk Mencapai Tujuan Bersama.
Kerjasama seringkali sangat menguntungkan untuk orang-orang yang terlibat. Pertanyaan kunci yang muncul, kemudian adalah : Mengapa anggota kelompok tidak selalu mengoordinasikan aktifitas mereka dalam cara ini? Satu jawaban langsung :Mereka tidak bekerja sama karena beberapa tujuan yang ingin mereka raih terkadang tidak dapat dibagi. Bberapa orang yang mengincar pekerjaan, promosi, atau pasangan romantic yang sama tidak dapat menggabungkan kekuatan mereka untuk mendapat tujuan-tujuan tersebut.
Dilema Sosial : Situasi dimana Kerja Sama Dapat Terjadi Tetapi Sering kali Tidak Terjadi.
Banyak situasi dimana kerja sama seharusnya dapat terjadi dan berkembang tetapi tidak demikian halnya yang melibatkan sebuah kondisi yang disebut sebagai dilemma sosial (social dilemmas), ini adalah situasi dimana setiap orangn yang terlibat dapat meningkatkan hasil individual mereka dengan bertindak menang sendiri/egois, tetapi jika semua(atau kebanyakan) orang melakukan hal yang sama, hasil akhir yang didapat oleh semua orang akan berkurang (Komorita * Parks, 1994).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar