Konflik Sosial Vertikal - Horizontal ; Tukang Ojek dengan Supir Angkutan Kota dan Pemerintah
Studi Kasus Perumahan Taman Harapan Baru, Bekasi Barat
Studi Kasus Perumahan Taman Harapan Baru, Bekasi Barat
Kota Bekasi adalah salah satu kota penyangga bagi Jakarta selain Bogor, Tanggerang, dan Depok. Wilayah Bekasi seperti mendapatkan berbagai keuntungan dari pesatnya laju pertumbuhan ekonomi Jakarta yang dalam hal ini sebagai pusat ekonomi. Dengan demikian kota ini pun tumbuh sebagai kota industri yang banyak membutuhkan tenaga kerja yang sesuai dengan bidangnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat perkotaan akan terbagi-bagi dalam spesifikasi bidang pekerjaannya. Dalam tulisan kali ini penulis ingin mengangkat permasalahan yang ada diwilayah tempat tinggal penulis kota Bekasi. Permasalahan yang timbul adalah mengenai profesi pekerjaan yang saling menekan satu dan lainnya agar keuntungan lebih berpihak pada satu golongan saja, yakni antara masyarakat yang berprofesi sebagai tukang ojek dan supir angkotan kota(angkot). Disini penulis akan memberikan uraian singkat mengenai profile 2 profesi yang sering bertikai dalam mencari rejeki dan sebab munculnya pertikaian sehingga mengganggu kenyamanan serta meresahkan masyarakat luas.
Tukang Ojek, inilah sebutan bagi seseorang yang menjual jasa kepada orang lain dengan cara memberi tumpangan pada sepeda motor yang ia kemudikan agar sampai ke tempat tujuan. Alat transportasi ini sangatlah membantu bila seseorang ingin cepat sampai tujuan ditengah kemacetan jalan maupun ketika melewati jalan kecil yang tak mungkin dilalui kendaraan beroda empat. Sebelum tahun 2002 alat transportasi ini sangat popular dan digemari masyarakat sehingga profesi ini sangatlah menguntungkan berdasarkan hasil pendapatannya. Tukang Ojek ini biasanya akan bermunculan bila terdapat perumahan-perumahan yang baru dibuka dan belum ramai dengan alat transportasi massal seperti Angkutan kota.
Akan tetapi seiring pembangunan yang terus berjalan, nasib tukang ojek tidak seiring dengan pembangunan tersebut. Nasib yang mereka alami semakin tertekan dalam menjalani kehidupan. Hal ini dikarenakan banyak faktor didalamnya, seperti trayek angkot yang memasuki area kerja jasa tukang ojek, naiknya harga BBM, dan makin banyaknya orang yang menjadi tukang ojek dikarenakan terkena PHK akibat krisis moneter. Pekerjaan sebagai tukang ojek kini hanya menjadi sebuah sandaran hidup satu-satunya bagi para tukang ojek untuk mencari sesuap nasi agar anak dan istrinya dapat bertahan hidup dengan penghasilan yang hanya rata-rata 10.000 sampai 15.000 perhari.
Konflik yang terjadi antara tukang ojek dan supir angkot ini sebagaimana yang penulis garis bawahi terjadi akibat meluasnya trayek angkot yang menjadikan para tukang ojek tidak lagi mendapatkan pelanggan. Kemudian sebab yang kedua adalah masuknya trayek angkutan kota(angkot) yang masuk ke dalam komplek perumahan yang dahulu dijadikan pangkalan untuk menunggu pelanggan datang, tentu saja hal ini memicu terjadinya konflik antara supir angkot dan tukang ojek mengenai batas yang boleh dilalui angkot. Bisa kita cermati bahwa jika angkot terlalu jauh masuk ke dalam jalan-jalan perumahan yang memang seiring dengan pembangunan terjadi perbaikan dan pelebaran jalan, maka tidak ada lagi orang yang akan menggunakan jasa ojek karena angkot pun sudah sampai didekat tempat tujuan bahkan mungkin berhenti tetap didepan rumah penumpang tersebut.
Dari konflik yang terus berlanjut tersebut, pemerintah daerah kota Bekasi seolah tutup mata dan lebih mengedepankan kepentingan pengusaha angkot, karena setelah seringnya terjadi konflik tersebut trayek angkot tersebut tetap pada akhirnya disahkan oleh Pemda untuk lebih jauh masuk hingga batas perumahan yang diinginkan oleh pengusaha angkutan kota. Hingga hari ini penulis pun masih sering melihat adanya bentrokan kecil yang seolah ingin menyulut sebuah bentrokan besar antara 2 kelompok tersebut, mulai dari pemblokiran jalan oleh tukang ojek terhadap angkot yang telah melewati batas jam-jam tertentu, berdemo didepan Pemda kota Bekasi, hingga tindakan anarkis yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab seperti pelemparan batu terhadap kaca-kaca angkot saat sedang diparkir dipangkalannya. Nampaknya kelompok tukang ojek merupakan pihak yang sangat dirugikan dengan adanya keputusan pemerintah daerah setempat yang berkuasa tetapi yang lebih mementingkan keuntungan dan memihak kepada pengusaha angkutan kota.
Analisa Kasus
Dalam penulisan kali ini, penulis akan menganalisa masalah sosial diatas menggunakan perspektif teori konflik yang dimana dirasa sangat tepat untuk memecahkan masalah sosial tersebut. Masyarakat yang menurut Marx dibagi menjadi 2 kelas sosial, digambarkan sebagai masyarakat borjuis dan proletar akibat adanya sistem perekonomian kapitalis. Dimana masyarakat borjuis dalam hal ini adalah pemilik modal pengusaha angkot, dan pemerintah. Sedangkan kaum proletar yang digambarkan sebagai masyarakat pekerja yang dieksploitasi namun setelah terkena gelombang krisis ekonomi nasib mereka tidak diperhatikan dan terkena PHK, tukang ojek dan supir angkot sebenarnya adalah korban dari eksploitasi pemerintah dan pengusaha angkutan kota yang tidak mau tahu mengenai nasib pekerja dan rakyat yang selalu bertikai dalam kasus ini.
Ketika kapitalisme telah masuk dan menjadikan masyarakat Indonesia mau tidak mau untuk mengikutinya, ketika itulah kesejahteraan bagi kaum kaum kelas bawah hanya sebuah angan dan impian. Adanya konflik sosial vertikal-horizontal dalam studi kasus ini telah memperlihatkan bahwa kapitalisme yang disebutkan Marx akan selalu menghasilkan konflik antara kelas atas dan kelas bawah.
Menurut perspektif teori konflik, bahwa konsep sentral dari teori ini adalah wewenang dan posisi yang dimana pembagian kekuasaan dan wewenang yang tidak merata akan terus menimbulkan konflik. Tukang ojek adalah cerminan buruknya hasil dari struktur sosial dimasyarakat yang terbagi-bagi berdasarkan posisi yang memegang kekuasaan dan wewenang sebagai kelas atas atau kelas bawah yang dimana walaupun kelas bawah berusaha bertahan hidup sebagai tukang ojek namun oleh pemerintah dan pemilik modal seakan terus menekan masyarakat proletar dengan menaikkan harga BBM, pajak kendaraan bermotor yang tinggi, dan lebih mementingkan kepentingan pengusaha angkutan kota yang menginginkan angkutan kota agar diperluas trayek angkotnya.
Masalah sosial yang terjadi disini merupakan hasil dari pemegang kekuasaan yang tidak mementingkan kelas bawah, oleh sebab itu kaum kelas bawah yang merasa dikuasai dan dikekang akan terus melakukan perubahan-perubahan agar nasibnya lebih baik. Konflik ini pun menjadikan tiap-tiap golongan yang berkonflik menjadi semakin tinggi solidaritasnya baik itu dari para tukang ojek dan supir angkot. Ini dikarenakan mereka merasakan sebuah kesamaan dari pola hidup, satu profesi dan satu nasib sebagai orang-orang yang mendapatkan posisi dibawah dan hanya seperti di adudomba oleh penguasa.
Namun minimnya tingkat pendidikan mereka membuat mereka seakan hanya menemui kesadaran palsu atas nasib mereka dan pada akhirnya mereka tetap melakukan pekerjaannya hingga hari ini demi kelangsungan hidupnya dan pertikaian terus terjadi secara laten. Hal ini dikarenakan pemerintah dan pengusaha angkutan tidak memperhatikan nasib kelangsungan hidup rakyat dan tenaga kerjanya saat itu dan masa depannya, yang mereka fikirkan adalah keuntungan semata.
Kesimpulan dan Saran
Dari pengamatan yang dilakukan penulis, dapat kita lihat bahwa kemiskinan dan konflik yang dialami oleh tukang ojek, supir angkot dan pemerintah merupakan buah dari ketidakadilan pemegang kekuasaan yang hanya mengekploitasi golongan bawah untuk kepentingan dan keuntungan semata. Kemiskinan yang golongan bawah alami ini lebih tertuju pada akibat dari struktur yang membuat mereka sulit untuk mengakses dalam berbagai bidang yang telah dikuasai oleh pemerintah pengusaha yang kapitalis. Kurang pedulinya pemerintah terhadap nasib golongan bawah dan lebih mementingkan para investor atau kelas atas semakin memperjelas bahwa golongan bawah akan terus ada dan akan terus menciptakan konflik berkepanjangan serta takkan teratasi tanpa adanya pemecah sekat antara golongan atas dan golongan bawah.
Mungkin pemerintah kota Bekasi saat ini ingin agar sumber pendapatan pemerintah daerah besar dengan adanya pajak, dan dengan pajak diharapkan mampu untuk menciptakan dan memberikan modal bagi rakyat kecil untuk berusaha mandiri. Namun sampai kapankah cita-cita mulia itu dapat terwujud disaat semangat globalisasi telah masuk ke negeri ini. Semangatlah rakyat kaum miskin kota, semoga nasib kalian berubah seiring dengan berkembangnya pengetahuan kalian.
Saran dari penulis disini hanya menghimbau bagi pemerintah, pemilik modal dan pengusaha angkutan kota berikanlah apa yang seharusnya kalian bisa berikan terhadap rakyat dan pekerja kalian. Pertama, untuk pemerintah daerah Bekasi gunakanlah mediasi antara pemerintah, pengusaha angkutan kota dan rakyat agar berdiskusi bersama untuk mendapatkan jalan keluar dari konflik yang terus terjadi. Kedua Pemerintah harusnya lebih mengedepankan kepentingan rakyatnya bukan hanya mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan nasib rakyatnya yang semakin terjepit ekonominya akibat perluasan trayek angkutan kotan tersebut.
Jika memang pemerintah lebih mementingkan pemilik modal, setidaknya mudahkanlah rakyat kecil mengakses pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan untuk kelangsungan hidupnya dan agar mereka dengan sendirinya memiliki pengetahuan yang luas dan mampu hidup mandiri. Ketiga untuk masyarakat kelas bawah dan kaum miskin kota serta tiap individu yang merasa terjajah haknya, jangan pernah menyerah dalam menghadapi globalisasi yang bersifat kapitalis ini. Terus berjuang dalam melakukan perubahan hidup ini dan ingat kalian tidaklah patut untuk berkonflik secara horizontal karena kalian hanyalah korban yang memiliki nasib yang sama, timbulkanlah kesadaraan yang sebenarnya bahwa konflik dengan sesame kelas bawah hanya akan menyenangkan hati golongan atas yang secara tidak langsung tetap diam melihat konflik yang terjadi seperti mengadudomba. Bersatulah Runtuhkanlah tirani yang membelenggu hak kalian. Karena banyak dari kalian yang berkemauan keras dan berpengetahuan menjadi sukses sebagai pengusaha mikro tanpa bantuan dari pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar