Entri Populer

Sabtu, 14 Mei 2011

Manipulasi Politik : Perubahan Kepemilikan Akses Jalan Umum Pemuda I menjadi Hak Milik Pribadi

Konteks Historis Jalan Pemuda I

Sebelum membahas lebih mendalam mengenai pokok pembahasan tulisan ini, akan dijelaskan terdahulu mengenai. Berawal pada tahun 1966 Pemerintah (Kopel Prajaya) mengganti nama jalan ini yang pada mulanya bernama Jalan Rawamangun Tegalan menjadi Jalan Pemuda. Dinamakan Rawamangun Tegalan karena tempat tersebut masih banyak terdapat rawa-rawa dan sawah. Yang kemudian diganti dengan nama jalan Pemuda yang berasal dari pemberian pemerintah pada saat itu.
Paska diresmikannya menjadi Jalan Pemuda Ternyata jalan ini dibagi oleh pemerintah menjadi beberapa bagian, yaitu Jalan Pemuda I, Jalan Pemuda II, Jalan Pemuda III dan Jalan Pemuda Asli. Sekitar Pemuda I merupakan lingkungan padat penduduk yang terdiri dari berbagai stratifikasi sosial baik dari segi ekonomi, budaya, agama yang memiliki karakteristik masing-masing, disini juga terdapat beberapa kelompok yang berbeda-beda pula, ada kelompok etnis dan agama. Biasanya kesamaan karakteristik tersebut dapat dilihat dari posisi kedekatan rumah warga.

Perubahan Kepemilikan Sebagian lahan Jalan Pemuda I
Sejak tahun 1990-an Jalan Pemuda I merupakan dipruntukan untuk umum sebagai akses jalan untuk warga RT 005/ 02. Dan jalan tersebut sama sekali bukan atas kepemilikan pribadi atau individu seseorang melainkan adalah kepentingan publik. Akan tetapi seiring dengan berkembangnya lingkungan tersebut dari waktu kewaktu membuat beberapa perubahan sosial masyarakat dan dinamika perkotaan.
Perubahan kepemilikan sebagian lahan jalan Pemuda I merupakan akibat dari perubahan sosial masyarakat itu sendiri, struktur masyarakat dapat mempengaruhi perubahan tersebut. Sebelum ditutupnya jalan Pemuda I, jalan tersebut sama sekali tidak diperebutkan oleh masyarakat sekitar. Akan tetapi dengan datangnya investor asing yang datang dan menguasai lahan diwilayah tersebut untuk dibangun sebuah dealer atau shorum mobil, maka terjadi fenomena perubahan kepemilikan lahan yang berimbas terjadinya perdebatan antar warga, dan pada akhirnya jalan itu ditutup.
Pada proses penutupan jalan yang pertama yaitu dengan membuat tembok setinggi 50 cm dari tanah sehingga kendaraan tidak dapat melewati jalan tersebut, para warga di wilayah Pemuda I beramai-ramai melakukan kegiatan aksi protes kepada pihak yang mempunyai kepemilikan lahan tersebut. Peristiwa ini sampai-sampai membuat sedikit kericuhan dan polisi pun akhirnya datang untuk menengahi konflik tersebut. Dan pada akhirnya tidak kurang dari 24 jam jalan yang semula ditutup oleh tembok yang tingginya sekitar 50 cm tersebut dibongkar atas keputusan yang diberikan oleh pihak polisi, dan kendaraan dapat kembali bisa melewati akses jalan Pemuda I. Akan tetapi sekitar sebulan kemudian peristiwa seperti itu kembali terjadi, bahkan penutupan jalan tidak hanya ditutup oleh tembok setinggi 50 cm, melainkan pula oleh tembok setinggi 2 meter lebih. Dan warga pun kembali malakukan protes. Tapi kali ini tidak seperti yang awal karena pada akhirnya sekarang kendaraan tidak bisa menggunakan akses jalan tersebut dengan kata lain tidak bisa melewati sama sekali. Apa boleh buat karena kali ini pihak yang memiliki hak milik atas lahan tersebut membuktikan dengan adanya surat-surat pernyataan atas kemilikan lahan tersebut, serta bukti sertifikat atas kepemilikan sebagian lahan Jalan Pemuda I. dan berikut merupakan salah satu bukti surat atau pernyataan atas hak milik lahan tersebut.
Foto 1 : Gambar Surat Kepemilikan atas lahan sebagian Jalan Pemuda I

Sumber : Dokumen pribadi (2009)
Gambar ini sudah ditempel pada sebuah dinding tembok di jalan Pemuda I yang dijadikan sebuah bukti bagi pemilik lahan tersebut untuk memperlihatkan kepada warga bahwa lahan itu adalah mutlak kepemilikan atas nama Bapak Harjanto. Oleh karena itu sampai sekarang pemilik lahan tetap mempertahankannya. Ironisnya mengapa hal tersebut tidak sejak dulu saja dibuktikan dan seolah terkesan seperti lahan umum yang diperuntukan untuk kepentingan publik. Jalan tersebut sejak dari dulu sudah menjadi akses warga Pemuda I yang sangat fungsional dari tahun ke tahun akan tetapi setelah adanya pembangunan sebuah showroom mobil menjadi perebutan warga.

Sebagai pengaruh dari ditutupnya jalan Pemuda I ini sangatlah dirasakan oleh warga-warga yang sehari-hari menggunakannya sebagai akses ke Jalan Raya Pemuda (jalan utama) untuk melakukan aktifitasnya menjadi berpengaruh meskipun hanya sedikit. Terutama pada warga yang memiliki kendaraan yang biasanya melewati jalan tersebut akibat penutupan jalan Pemuda I apa boleh buat buat harus memilih atau mengambil jalur lain untuk dapat sampai ke jalur utama yaitu Jalan Raya Pemuda. Dan hal ini mempunyai pengaruh terutama dalam hal waktu yang terbuang percuma hanya dikarenakan harus memutar lebih jauh dan kurang efektif.

Dari segi ekonomi penutupan jalan tersebut mempunyai dampak yang sangat merugikan sekali. Disini pihak yang dirugikan adalah para pedagang-pedagang yang sehari-harinya mengais uang di sekitar Jalan Pemuda I akhirnya harus terhambat oleh adanya penutupan jalan. Berkurangnya pembeli sehingga mengakibatkan berkurangnya juga hasil yang didapatkan atas penjualan yang ia lakukan. Karena otomatis dengan penutupan tersebut akan mempengaruhi jumlah orang yang melewati jalan Pemuda I. Berikut ini adalah gambar lokasi penutupan yang terdapat di jalan Pemuda I.

Selain itu disekitar lokasi penutupan lahan tersebut terdapa pembangunan showroom yang mengakibatkan penyempitan lahan pemukiman warga. Lahan penyerapan air menjadi berkurang dan terjadi pencemaran udara dan air. Akan tetapi dari segi lapangan kerja dengan hadirnya showroom tersebut akan dapat membantu ekonomi warga, akan menyerap tenaga kerja. Alangkah lebih baiknya penyerapan tenaga kerja tersebut diharapkan yang didahulukan adalah warga sekitar Pemuda I.

Foto 2 : Gambar Lokasi penutupan jalan & Pembangunan Showroom












Sumber : Dokumen pribadi (2009)

Berdasarkan gambar diatas, gambar yang pertama merupakan lokasi penutupan jalan Pemuda I. Jalan ini mempunyai lebar 2,5 meter. Tembok yang pertama merupakan tembok yang berbahan dari campuran semen, pasir dan kerikil serta kawat besi sehingga untuk membongkatnya sangatlah sukar. Tembok yang pertama inilah merupakan bekas lokasi penutupan jalan sebelumnya yang sudah dihancurkan. Akan tetapi sekarang dibangun kembali. Tembok yang kedua mempunyai tinggi 2 meter lebih dengan konstruksi bahan bangunan dari campuran semen, pasir dan batu bata. Tembok yang kedua ini tergolong agak mudah dihancurkan. Di dalam gambar ini terlihat bahwa tembok yang kedua telah hancur akan tetapi hanya sebagian saja. Meskipun demikian tetap saja kendaraan-kendaraan seperti mobil dan motor tidak bisa melewati jalan ini lagi.
Gambar yang kedua merupakan gambar pembangunan sebuah gedung showroom mobil yang menghabiskan biaya sekitar ratusan juta rupiah bahkan lebih karena dilihat dari konstruksinya dan waktu pembuatannya. Dari satu sisi pembangunan ini akan dapat menyerap tenaga kerja dan mengurangi jumlah pengangguran di wilayah pemukiman Pemuda I. Tapi dari sisi lain akan dapat mempengaruhi tata ruang lahan di sekitarnya, terjadi penyempitan lahan yang drastis karena lahan yang dipakai sangatlah luas. Dan pada akhirnya lahan pemukiman warga akan semakin sempit.

Analisis Kasus
Dari berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat sebuah fenomena yang menarik dalam penguasaan lahan yaitu perubahan kepemilikan jalan umum Pemuda I menjadi hak milik pribadi. Hal ini memunculkan perebutan lahan jalan di Pemuda I antara tuan tanah yaitu Bapak Harjanto dengan warga masyarakat Pemuda I. Jika dikaitkan dengan Sosiologi Politik, fenomena ini merupakan salah satu contoh kasus kondisi politik di Indonesia secara umumnya. Kondisi dimana proses politik yang terjadi hanya berorientasi pada aspek materi/ profit/ kepentingan pribadi.
Contoh kasus yang telah dipaparkan tersebut mendeskripsikan power atau kekuasaan seseorang dapat mempengaruhi kondisi sosial yang terjadi di Pemuda I. Selain itu, kasus tersebut juga menggambarkan mengenai stratifikasi sosial memiliki keterkaitan dengan pola kekuasaan dan wewenang resmi dalam sebuah situasi politik. Dalam kasus ini tergambar bahwa seseorang yang memiliki materi akan mudah mendapatkan kekuasaan dan jalan yang mulus dalam bidang politik.
Setelah sadar akan betapa berharganya lahan yang dulu diperuntukkan untuk kepentingan umum, pemilik tanah kemudian dengan materi dan tingkat stratifikasi sosial yang tinggi mudah untuk membuat keputusan untuk menutup kembali akses jalan umum tersebut menjadi lahan pribadi yang mutlak dengan surat yang diberikan oleh pemerintah setempat. Untuk mengetahui mengapa hal ini bisa terjadi, kami akan mencoba menganalisisnya dengan konsep stratifikasi sosial dan relasi dengan sosiologi politik.
Jika kita lebih mendalami fenomena sosial diatas, akan terlihat bahwa sejak dulu pemerintah telah menetapkan jalan Pemuda I sebagai jalan umum untuk kepentingan publik. Ketika masyarakat sekitar telah mengetahui keuntungan jika lahan tersebut dapat dimiliki secara pribadi, maka mereka berebut untuk memilikinya. Dalam hal ini, bapak Harjanto mencoba melakukan perubahan sosial di wilayahnya dengan cara mengubah tata cara kehidupan/kebiasaan masyarakat sekitar jalan Pemuda I. Dengan cara penutupan jalan ini, tentu saja pola pikir dan rasa individualisme masyarakat akan semakin meningkat. Masyarakat akan mencontoh dan berfikir bahwa ketika bapak Harjanto berhasil membuat jalan umum menjadi lahan pribadi, maka bukan tidak mungkin mereka pun mampu melakukannya. Bayangkan jika setiap masyarakat berfikiran dan bertindak dengan pola pikir yang sama, tentu saja jalan di Jakarta ini akan menjadi sangat sempit dan tidak tertata dengan baik.
Munculnya surat kekuasaan atas kepemilikan tanah ini merupakan sebuah tanda tanya besar bagi masyarakat. Bagaimana mungkin jalan umum, mampu disulap menjadi lahan pribadi. Dilihat dari pertanyaan besar diatas, kita akan berfikir bahwa adanya permainan politik dalam birokrasi pemerintahan setempat yang mengeluarkan surat kuasa kepemilikan tanah yang sejak pemerintahan dulu telah ditetapkan sebagai jalan umum. Sistem politik yang dianut oleh birokrasi saat ini bersifat fragmatis dan tidak memperdulikan suara rakyat. Ketika bapak Harjanto memiliki materi dan itu membuatnya berkuasa serta menguntungkan bagi birokrasi, dia dapat dengan mudah melanggengkan kemauannya.
Permainan pemilik materi dengan birokrasi dalam masalah ini berbau politik uang (suap) didalamnya. Jika kita kutip pernyataan Marx mengenai birokrasi yang lebih mementingkan bapak Harjanto, akan terlihat bahwa birokrasi hanyalah sebagai alat bagi bapak Harjanto untuk melegalkan kekuasaannya dan menekan kaum kelas bawah yang tidak mampu untuk melawan surat kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh birokrasi setempat tersebut.
Ketika kekuasaan dipakai untuk menghasilkan sesuatu yang bertentangan dengan sistem sosial, maka masyarakat akan melawan dan terjadi kerusuhan dan pertentangan. Dalam hal ini, birokrasi sebagai pemilik kekuasaan atas tata ruang dan pengatur hal yang berkaitan dengan kepemilikan lahan telah menggunakan wewenangnya dengan tidak proporsional. Birokrasi lebih mementingkan kepentingan minoritas yang mempunyai materi lebih daripada kepentingan umum. Mereka hanya mencari keuntungan semata selagi menjabat di posisi strategis dalam birokrasi pemerintahan, sehingga sistem politik mereka selalu money oriented.
Dalam hal ini, ketika birokrasi tidak menjalankan fungsinya dengan baik, maka stratifikasi sosial pun tidak akan berfungsi dengan baik. Masyarakat yang sudah sejak lama menggunakan jalan Pemuda I sebagai akses utama yang sangat penting bagi aktifitasnya kini mejadi terhambat dengan ditutupnya akses tersebut. Hal ini membuat fungsi dari masing-masing individu terganggu dan kepanikan yang secara tidak sadar akan menimbulkan kesadaran kolektif masyarakat untuk melawan kekuasaan yang hanya berpihak terhadap suatu golongan saja. Ketika masyarakat bersatu dan menolak hasil dari proses politik yang melahirkan surat kuasa atas tanah tersebut, maka sesuai dengan sistem politik di Indonesia terjadi tawar menawar antara pihak pemilik tanah, birokrasi dan masyarakat maka keputusan surat kuasa tanah tersebut dapat dibatalkan sehingga jalan Pemuda I yang sejak itu ditutup kini telah dibuka kembali dan dapat digunakan sebagaimana fungsi sebelumnya.
Dari hasil analisa singkat ini, dapat kita simpulkan bahwa ketika kekuasaan hanya digunakan untuk mencari sesuatu yang fragmatis, maka bukannya mendapat kekuasaan yang mampu menjadikannya sebagai sistem politik yang diagungkan “dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat” melainkan hanya kekuasaan yang bersifat semu dan tidak dianggap kewenangannya di masyarakat luas bahkan hanya akan dijadikan sebagai simbol semata.

Ditulis oleh Rahmat Supriadi & Faris Hernanda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar